Halaman

Tulisan yang berada di blog ini terdiri dari berbagai tulisan yang ditulis dengan asal-asalan. Maksudnya asal dari segala macam asal, seperti asal nulis, asal kena, asal jadi, asal enak, asal mood, asal ingin, asal dibaca, asal berguna, dan asal-asal yang lain. Namun bukan asal jiplak, asal nyalin, asal nyadur atau asal yang bisa merugikan orang lain. Siapapun boleh mengomentari, membaca, menyalin, mencetak, mempublikasikan, menerbitkan, ataupun hal yang senada dengan itu tapi harus ingat akan pencantuman nama penulis dan alamat blog ini dalam media yang digunakan untuk pelaksanaan hal atau proses tersebut.

Kamis, 06 November 2025

Asal Menjalani VI: Tentang Diam yang Sebenarnya Bicara

 


🌙 Ketika Diam Tak Lagi Sekadar Sunyi

Kadang, yang paling banyak bicara justru bukan kata,
melainkan diam.
Diam yang panjang,
diam yang menahan air mata,
diam yang menyembunyikan ribuan kalimat
yang tak sempat diucapkan.

Kita berpikir diam adalah tanda menyerah,
padahal kadang, diam justru bentuk paling lembut dari kekuatan.


🌾 Diam Bukan Berarti Tidak Merasa

Kau tahu?
Ada orang yang memilih diam bukan karena tak peduli,
tapi karena sudah terlalu sering tak dimengerti.
Ada pula yang diam bukan karena tak punya kata,
tapi karena sadar —
tidak semua orang layak mendengarnya.

Diam bisa jadi tanda kecewa,
tapi juga bisa jadi bentuk penerimaan.
Seolah berkata pelan,
"aku sudah berhenti melawan, kini biarlah waktu yang menjawab."


☁️ Dalam Diam, Kita Belajar Mendengarkan

Saat dunia terasa bising oleh pendapat dan pembenaran,
diam menjadi ruang bagi hati untuk bernafas.
Kita belajar mendengarkan bukan hanya orang lain,
tapi juga suara kecil di dalam diri sendiri.

Dalam diam, kita bisa mendengar bisikan lembut yang sering tertutup ego:
“tak apa kalau belum sempurna,”
“tak apa kalau sedang lelah,”
“tak apa kalau butuh waktu.”

Kadang, diam adalah bentuk doa yang paling jujur.


🌿 Diam yang Mengajarkan Kedewasaan

Ada masa di mana kita ingin membalas,
ingin membuktikan,
ingin menjelaskan semuanya.
Namun waktu mengajarkan,
bahwa tidak semua hal perlu dijawab dengan kata.

Ada kebenaran yang hanya bisa dipahami
melalui ketenangan.
Ada luka yang hanya bisa sembuh
dengan tidak lagi menjelaskan.

Kedewasaan datang
saat kita mampu tersenyum dalam sunyi,
tanpa perlu penonton,
tanpa perlu pembelaan.


Diam yang Menyimpan Kekuatan

Diam tidak selalu berarti lemah.
Ia seperti samudra —
tenang di permukaan,
tapi menyimpan arus kuat di bawahnya.

Kita belajar menahan diri,
menyimpan amarah di dada,
dan menggantinya dengan pengertian.
Tidak untuk kalah,
tapi untuk menjaga ketenangan yang telah susah payah kita temukan.

Karena kadang,
menjaga kedamaian lebih berharga
daripada memenangkan perdebatan.


🌤️ Penutup: Diam yang Akhirnya Menyembuhkan

Pada akhirnya,
diam bukan akhir dari segalanya,
tapi awal dari pemahaman yang lebih dalam.

Kita tak lagi mencari pembenaran,
tak lagi sibuk menjelaskan,
karena kini kita tahu —
yang benar akan tetap benar,
meski tanpa suara.

Dan dalam diam yang panjang itu,
kita mulai menyadari sesuatu yang sederhana namun berarti:
bahwa hidup tak selalu perlu ramai,
kadang justru keheninganlah
yang membuat kita benar-benar mendengar diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar