Tulisan yang berada di blog ini terdiri dari berbagai tulisan yang ditulis dengan asal-asalan. Maksudnya asal dari segala macam asal, seperti asal nulis, asal kena, asal jadi, asal enak, asal mood, asal ingin, asal dibaca, asal berguna, dan asal-asal yang lain. Namun bukan asal jiplak, asal nyalin, asal nyadur atau asal yang bisa merugikan orang lain. Siapapun boleh mengomentari, membaca, menyalin, mencetak, mempublikasikan, menerbitkan, ataupun hal yang senada dengan itu tapi harus ingat akan pencantuman nama penulis dan alamat blog ini dalam media yang digunakan untuk pelaksanaan hal atau proses tersebut.

Minggu, 21 Maret 2010

Sensor Cinta

Waktu istirahat pun tiba, aku bersegera menuju kantin. Di kantin aku bertemu dengan Andi dan aku ingat akan perkataannya beberapa hari yang lalu sehingga aku menghampirinya.
“Andi, gimana kabarmu?” tanyaku pada Andi.
“Kabarku baik-baik saja. Emang ada apa? Tumben-tumbennya kamu menemuiku.”
“Ada sesuatu yang perlu kubicarakan sama kamu.”
“Apaan Wan?”
“Boleh nggak aku minta tolong ke kakakmu untuk membuatkan Sensor Cinta?”
“Boleh. Tapi apa cinta bisa dideteksi? Sedangkan cinta adalah masalah perasaan yang tidak mungkin bisa dideteksi.”
Aku terdiam sejenak setelah menerima penjelasan yang sangat masuk akal baginya. “Aku mengerti akan hal itu. Kalau aku bisa menemukan indikator–indikator yang bisa dideteksi, bisa nggak?”
“Iya.” Jawabnya sambil memberikan anggukan tanda setuju.
Kami berdua akhirnya memesan bakso dan memakannya sambil mendiskusikan hal-hal lain yang menurut kami sangat aktual dan baik untuk kemajuan teknologi di negeri ini.

Sepulang sekolah aku menyempatkan diri ke perpustakaan umum untuk mencari literatur yang mendeskrisikan cinta dalam bidang fisika. Di perpustakaan aku bertemu dengan Dina, wanita cantik di sekolahku yang terbilang sangat cerdas hampir di segala bidang pengetahuan.
“Lagi nyari apa Din?” tanyaku sambil memilih koleksi buku fisika yang tersedia di salah satu rak buku.
“Aku lagi nyari referensi tentang siklus energi yang berada di tata surya. Emang kamu lagi nyari apa?” tanyanya seakan dia tahu akan tempat semua buku yang tersedia di perpustakaan umum.
“Aku lagi mencari info tentang cinta di bidang fisika.” Jawabku dengan gaya sok tahu.
“Kamu salah kalau tempat nyari di sini.”
“Maksudnya?” tanyaku heran.
“Kalau nyari referensi tentang cinta. Cari saja di rak buku yang berada di ujung sana. Karena segala aspek tentang cinta hanya dapat ditemukan di dalam buku-buku sosial termasuk hal-hal yang menyangkut bidang fisika.” Jelasnya dengan nada lugas.
Tak berselang lama aku pergi menuju rak-rak buku sosial setelah menyampaikan ucapan terima kasih.

Sesampai di rumah aku bersegera membuka buku-buku yang telah kupinjam dari perpustakaan dan kutemukan beberapa fakta dan pernyataan yang sangat mengejutkan dan sangat membantuku untuk membuat alat pendeteksi cinta, yaitu :
• Bila seseorang yang mencintai lawan jenisnya dan bertemu dengan yang dia cintai maka akan terjadi penambahan frekuensi detak jantung meskipun bertambahnya dalam jumlah besar maupun kecil.
• Kerja otak akan sulit fokus dalam menghadapi suatu masalah bila tidak bertemu dengan cinta yang hinggap pada tubuh.
• Medan magnet di seluruh tubuh akan berubah arah dan terfokus pada suatu titik bila bertemu dengan orang yang dicintai.
• Gaya grafitasi pada orang yang saling mencintai nilainya lebih besar daripada yang tidak bila berdekatan.
• Bila seseorang bertemu dengan yang dia cintai maka tubuh akan memancarkan radiasi energi pada panjang gelombang tertentu.
Sampai malam tiba aku masih memandangi buku-buku itu untuk dapat menentukan variabel dan selang yang akan digunakan pada sensor yang akan dibuat. Akhirnya aku tertidur dan bermimpi tentang hal yang sangat kuinginkan. Mimpinya, yaitu :
Aku berada di tahun 2015 dan di tanganku terdapat sebuah alat yang bentuknya menyerupai telepon genggam. Di bagian belakangnya terdapat tempelan kertas hologram berukuran 1 x 2 cm. Setelah kunyalakan kudapatkan tulisan “SENSOR CINTA” di layarnya. Selain itu kudapatkan cara penggunaannya di salah satu menu yang tersedia di sensor tersebut.
Tak berselang lama aku bertemu dengan Rino dan Desi di jalan dan mereka mengajakku berdiskusi tentang pemanasan global di sebuah kafe yang memang sudah pernah kami kunjungi. Di selang pembicaraan kami aku menyempatkan waktu untuk menempatkan Sensor Cinta diantara mereka berdua yang kebetulan saling berhadapan. Roni bertanya akan ulahku tersebut.
“Mengapa kamu taruh hpmu di atas meja?” tanya Rino yang memang belum tahu apa yang sedang kulakukan.
“Biar enak ngambilnya bila ada sms masuk.” Jawabku dengan tenang.
“Kita teruskan yuk pembicaraan kita tadi.” Kata Desi yang mempunyai semangat tinggi dalam berbicara tentang global warming.
Setelah pembicaraan kami berakhir, kami pun berpisah. Aku membaca hasil deteksiku tadi dan didapatkan bahwa mereka berdua saling mencintai. Sehingga aku segera menghampiri Rino yang lagi menunggu bis di halte untuk menyampaikan bahwa Desi mencintainya sebagaimana Rino mencintai Desi. Kemudian Rino menelpon Desi yang akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Memang cinta tak dapat disembunyikan.
Beberapa saat kemudian aku bertemu dengan seorang pria yang lagi merayu seorang wanita yang memiliki wajah lumayan cantik di sebuah taman. Aku mendekati mereka dengan menjaga jarak sekitar 3 meter dari mereka untuk melakukan pendeteksian. Namun apa yang hasil kudapatkan tidak sesuai yang kuharapkan. Hasil deteksinya menyatakan bahwa pria tersebut tidak memiliki rasa cinta pada wanita yang dia rayu.
Aku mengikuti pria itu setelah mereka berpisah untuk mengetahui hal yang mengganjalku tadi. Setelah agak lama mengikutinya akhirnya kudapati pria itu jalan berdua dengan wanita lain yang tidak kalah cantik dari wanita yang dirayunya tadi. Ternyata benar bahwa cinta tak dapat dipermainkan sehingga sinyal cinta yang kudapatkan dari sensor bernilai nol.
Di sudut lain dari taman kudapati seorang wanita yang begitu cantik yang sangat kukenal dan kucintai, dia adalah Dina sedang duduk di sebuah bangku. Aku bersegera menghampirinya dengan memegang Sensor Cinta dalam modus siap mendeteksi. Sesampai di depan Dina, aku nyalakan Sensor Cinta yang berada di saku sambil menyapanya, “Din, lagi ngapain sendiri di sini? Boleh kutemanin nggak?”
“Lagi nungguin teman. Silahkan saja kalau mau nemanin aku.” Jawabnya dengan lugas.
Kami berdua akhirnya ngobrol panjang lebar tentang struktur penyusun atom yang sampai sekarang bertambah banyak yang ditemukan dan makin komplek bagian-bagian yang berada di suatu atom. Sampai tiga kali aku lakukan pendeteksian tapi nilai yang tercantum selalu nol. Sehingga aku merasa harus bertanya langsung pada Dina.
“Din, boleh bertanya sesuatu nggak?”
“Tentang apa, Wan?” tanyanya ingin tahu.
“Bagaimana aku menurut pandangan kamu?” tanyaku agar tidak menyinggung perasaannya.
“Kalau ingin tahu maka lihatlah kedua mataku dengan seksama.” Jawabnya dengan nada meyakinkan. Aku pun melihat kedua mata Dina yang begitu memukau penglihatanku sehingga aku tidak kuasa untuk tidak mengatakannya, meskipun hasilnya sangat menyakitkan bagi diriku.
“Sekarang katakan apa yang barusan ada dalam hatimu.” kata Dina setelah setengah menit mata kami saling berpandangan.
“Aku sangat mencintaimu.” jawabku dengan mantap setelah melihat suatu sinyal dari pandangan matanya.
“Begitu pula aku.” kata Dina.
“Maksudnya?” tanyaku.
“Aku juga mencintaimu dari awal pertemuan kita di tahun 2007.” jawab Dina.
“Namun mengapa sensorku tidak bereaksi?” tanyaku.
“Itu terjadi karena aku menggunakan alat untuk menetralkan gelombang yang terpancar karena adanya perubahan emosi atau perasaan termasuk cinta di dalamnya.” penjelasan dari Dina.
“Din, apa alasanmu melakukan ini?” tanyaku sambil mendeteksi ulang.
“Aku tidak mau ada seseorang yang tahu akan sesuatu yang berada dalam hatiku dalam bentuk cinta, benci, dendam, rindu, dan perasaan lain yang memang kusimpan dalam sanubari.”
“Kalau seperti itu aku berjanji tidak akan menggunakan sensor lagi untuk mengetahui isi hati seseorang.” aku melemparkan Sensor Cinta jauh-jauh dan aku terbangun dari tidur.
Beberapa jam kemudian aku baru mengerti akan arti mimpi yang telah kualami. Sehingga aku menuliskan pada diaryku bahwa “Sesungguhnya cinta adalah milik pribadi setiap individu yang disimpan dalam hati dan tidaklah pantas seseorang mengetahui isi hati seseorang tanpa sepengetahuan dari pemiliknya.” Dan berjanji tidak akan membuat atau menggunakan alat untuk mendeteksi cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar