Cinta,
mengapa engkau pergi?
Tanpa suara, tanpa kata,
tanpa bahkan sehembus angin
yang bisa kukira sebagai tanda.
Engkau pergi seolah waktu berhenti,
meninggalkan ruang hampa
yang hanya berisi gema langkahmu —
langkah yang tak sempat kuikuti,
karena aku masih berdiri di antara
doa dan penantian yang tak berpintu.
Cinta,
mengapa engkau menjauh?
Kau bawa serta separuh napasku,
meninggalkan bara yang dulu kau nyalakan,
kini membakar tubuh tanpa nyala,
menyisakan abu rindu yang beterbangan
di setiap malam tanpa bintang.
Engkau memang indah,
terlalu indah hingga menyilaukan,
hingga aku lupa
bahwa cahaya seindah apapun
bisa menyakitkan mata yang terlalu lama menatap.
Cinta,
apa makna kehadiranmu
jika akhirnya hanya meninggalkan luka?
Apa arti semua tawa itu
jika kini berganti hening yang menusuk dada?
Engkau bukan lagi keindahan,
bukan lagi hangat yang kutunggu,
melainkan bayangan yang memelukku
dalam dingin yang tak berakhir.
Dan kini aku mengerti —
kadang cinta datang
bukan untuk memberi kehidupan,
melainkan untuk menunjukkan
betapa rapuhnya hati
yang pernah percaya pada keabadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar