Tulisan yang berada di blog ini terdiri dari berbagai tulisan yang ditulis dengan asal-asalan. Maksudnya asal dari segala macam asal, seperti asal nulis, asal kena, asal jadi, asal enak, asal mood, asal ingin, asal dibaca, asal berguna, dan asal-asal yang lain. Namun bukan asal jiplak, asal nyalin, asal nyadur atau asal yang bisa merugikan orang lain. Siapapun boleh mengomentari, membaca, menyalin, mencetak, mempublikasikan, menerbitkan, ataupun hal yang senada dengan itu tapi harus ingat akan pencantuman nama penulis dan alamat blog ini dalam media yang digunakan untuk pelaksanaan hal atau proses tersebut.

Kamis, 09 Desember 2010

Aku Ingin Berselingkuh (Versi 2)

Aku ingin berselingkuh
Dengan raskin yang tak sampai
Pada perut yang kering kerontang
Dengan subsidi yang salah arti
Dengan BLT ke kantong tebal

Aku ingin berselingkuh
Karena pelangi hanya punya satu warna

Aku ingin berselingkuh
Setelah melihat suksesnya para penipu

Aku ingin berselingkuh
Dari jutaan perut kosong

Senin, 06 Desember 2010

Aku Ingin Berselingkuh (Versi 1)

Aku ingin berselingkuh
Dengan Kunang-kunang yang terbang bebas
Dengan hamparan sungai yang mengalir
Dengan kumulunimbus yang hadirkan kebahagiaan

Aku ingin berselingkuh
Karena tak cukup bagiku
Warna merah yang dianggap abu-abu

Aku ingin berselingkuh
Setelah berjanji dengan sepasang merpati
Di siang hari yang cerah

Aku ingin berselingkuh
Dari hitamnya batu pualam

Ade

Ade
Senyumanmu begitu menawan
Hatiku tertawan di jeruji senyumanmu

Ade
Manis sangat wajahmu
Yang selalu dihiasi senyuman
Diwarnai kata-kata indah

Ade
Kau bahagia di waktu aku gembira
Kau membimbingku menghadapi masalah
Kau bantu aku tersenyum di waktu kusedih

Ade
Ingin kusampaikan sesuatu padamu
Namun sulit bagiku untuk katakan
Bukan karena ku malu
Tapi takut kau menjauh dariku

Jumat, 29 Oktober 2010

Langkahku


Waktu fajar menyingsing dari ufuk timur
Mataku terbuka lebar tuk saksikan keindahan
Telingaku waspada akan nyanyian alam
Tubuhku terangkat untuk pergi dari peristirahatan

Kakiku berjalan menapaki bumi Allah
Mataku memandang fenomena pembangkit asa
Telingaku mendengar sahutan kokok ayam
Kulitku diterpa angin yang menyegarkan
Langkahku semakin ringan bersama lantunan ayat Tuhan

Subuh ini memang begitu indah
Apalagi bila ditemani pemilik jemari lentik nan indah
Berparas bagai bulir embun
Yang bening dan menyejukkan di pagi ini

Rasa syukurku pada-Nya akan nian bertambah
Seiring dengan bertambahnya nikmat
Beristeri dengan wanita shalihah
Yang selalu mengingatkan akan nikmat-Nya
Yang tak pernah berakhir sampai suatu hari nanti

Selasa, 20 April 2010

Panen Raya

Bola lempung melayang di atas sawah
Gemericik air tidurkan jerami-jerami kering
Hangatnya mentari disambut gelak tawa kurcaci
Angin sumilir lingkari tubuh mungil
Rumput dan padas bernyanyi akan cita-cita
Alunan ani-ani hilangkan sedih
Bulir-bulir gabah terbang dan menari
Burung-burung kecil lepaskan kegelisahan

Badai yang Dahsyat

Kilat, petir, gledek saling menyambar bergantian
Cinta, takut, harap menancap dengan kuatnya
Awan tebal gelapkan pandangan
Rengek dan tangisan kukuhkan permintaan
Hujan deras menggerus tanah dan pasir
Ratapan pilu diiringi untaian zikir
Butiran es menghantam atap tiap rumah
Ketaatan tlah menghujam dalam dadanya
Angin yang kencang terbangkan ranting dan dahan
Tangan yang menengadah sempurnakan permohonan
Air membanjiri setiap hidup dan mati
Air mata basahi pipi, dagu, dan telapak tangan

Cinta Kelabu

Cinta kelabu menyendiri dalam simponi embun
Daun ribang mencela dahan rambutan
Gubuk kayu menahan kegerangan
Padang ilalang diselimuti sulaman jeruji sepeda
Sepatu butut terkapar di depan gubuk tua
Angin menggeram kesakitan
Bulu kaki memanggil awan

Busuk

Kabut membungkus papaya busuk
Busuk?
Benar-benar busuk
Sebusuk akal para pecundang

Cinta Perjaka

Cinta merenggut hati perjaka
Kamboja berayun tersipu malu
Goresan pena menuai kata
Raja siang merayu puteri rembulan

Perjaka tidur dalam kebimbangan
Awan tutupi matahari dan timbullah hujan
Kegundahan menerpa daun muda dan terbangkan daun kering
Sayup-sayup tubuh besar semakin layu

Menangis di Punggung Malam

Malam terasa hening
Burung, katak, jangkrik
Angin dan hujan
Tak menampakkan diri
Sunyi senyap
Kelelawarpun tiada

Namun di sini
Masih ada pohon-pohon yang tak berdesis
Dahan-dahannya menyembunyikan embun yang pucat
Perempuan yang lemah dan rapuh
Ditusuk belati kesunyian
Langit pun membisu tanpa bintang maupun bulan

Peneranga mendadak padam
Bulu-bulu di sekujur tubuh berbaris dengan rapinya
Air pun menetes
Satu demi satu
Dari sepasang kelopak mata indah
Di dalam kamar itu

Malam Pertama

Sepasang mata ini tak kuasa berkedip
Jantungpun berhenti bergerak
Sebentar, hanya sebentar saja

Kupandangi wajah yang begitu indah
Tangan yang teramat mulus
Dan…. Oh….
Suaranya bagai untaian syair
Yang biasa disenandungkan malam terhadap siang

Jemari lentiknya merayapi pundak, dada
Dan…. Dan….
Inilah nikmat Tuhan yang luar biasa
Yang tak pernah dirasakan para perjaka

Aku Memilih Diam

Diam
Aku hanya bisa diam
Terpaku dalam kesunyian
Dan keheningan menyatu dalam diri yang diam

Terdiam bukan tak ingin bicara
Bukan pula suatu keharusan
Ataupun suatu keinginan

Karna diam suatu pilihan
Tuk selamatkan tangan para penjajah
Dari menumpahkan darah
Dan untuk selamatkan saudara sebangsa
Dari kemungkinan hilangnya nyawa

Berduka

Kapur tulis memandang papan tulis yang membisu
Kaur ingin bertanya
Namun rasa enggan mengalahkannya
Dalam kesunyian yang dalam
Tanpa suara katak, jangkrik, dan angin yang biasa menemani

Meja pun diam
Begitu pula bangku yang sejak tadi membisu
Dan penghapus papan pembuat gaduh
Sekarang tak angkat bicara

Malam yang sunyi semakin hening
Dalam kesedihan yang teramat dalam
Langit-langit kelas meneteskan air
Tik
Tik
Tik

Kapur pun mengerti
Pembuat keheningan ruang kelas
Dia pun menangis
Karena Tuhan berkehendak lain
Akan keromantisan hubungan mereka
Bersama seorang guru yang mendidik dengan sepenuh hati

Kamis, 15 April 2010

Cinta yang Pergi

Cinta
Mengapa engkau pergi
Tanpa suara
Tanpa kata
Dan tanpa isyarat

Cinta
Mengapa engkau menjauh
Meninggalkan daku
Meninggalkan asa dalam diriku
Yang telah kau kobarkan sampai membara

Cinta
Engkau memang indah
Namun yang kau berikan padaku
Bukanlah kebahagiaan
Bukan pula keindahan
Namun suatu isyarat kematian

Kekasihku

Kawan
Maafkanlah daku
Yang tak bisa menemanimu
Tuk habiskan waktu di malam ini

Kawan
Aku ingin tidur
Bukan tuk hilangkan capek
Ataupun penat
Tapi karena Kekasihku nanti datang
Untuk bermesraan denganku

Kawan
Aku tak ingin Dia kecewa
Melihatku dalam keadaan tidur
Bukan berdzikir pada-Nya

Kawan
Aku merasa sangat menyesal
Bila Kekasihku pergi
Tanpa menengok lagi kepadaku
Karena kelalaian diriku

Selasa, 13 April 2010

Pena

Menggores pena di lembaran senja

Malam datang gantikan siang

Nyanyian dahan kenari indahkan senja

Burung pun pulang mencari sarang

Sabtu, 10 April 2010

bumi bermuka suram

Bumi menggeliat bermuka suram

laut menepuk pundak ulama

awan menikam harimau tidur

guratan embun menyentuh daun tebu


hamparan danau darah berbatu

gagak putih hilangkan haus

pohon pisang berkaca-kaca

kayu meranti hindari api


coban meraung matikan nadi

rumput hitam diterpa angan

gundukan pasir menanti hari

Kamis, 01 April 2010

Gerimis

Hujan gerimis menuai tawa
Rasa gembira membuka jiwa
Harapan lama datanglah sudah
Membawa cinta pelipur lara

Hati menjerit karena bahagia
Melihat senyum para bocah
Memupuk asa suburkan jiwa
Rasa merana semakin sirna

Darah mengalir kuatkan raga
Kobaran semangat membunuh derita
Burung bernyanyi indahkan siang
Jemari lentik sulam impian

Bunyian

Tak
Tak
Tak
Tik
Tik
Tik
Tuk
Tuk
Tuk
Tak
Tik
Tuk
Tak
Tik
Tak
Tuk
Tak
Tak
Tik
Tik
Tik
Tak
Tik
Tuk
Tik
Tak
Tuk
Tuk
Tak
Tuk
Tik
Tuk
Tuk
Tuk
Tik
Tak
Tuk
Tik
Tak
Tak

Jatuh

Bruk
Tor
Prang
Klontang
Pyar
Tor
Prang
Bruk
Klontang
Tor
Prang
Pyar
Bruk
Tor
Prang
Klontang

Rabu, 31 Maret 2010

Dahan Kelabu

Mata bertengger di dahan kelabu
Sunyi mengiris, hati terkikis
Menuai kasih rembulan pagi
Langit menggertak, tubuh merinding

Rumput bergetar mengharap air
Angin menerpa jiwa yang sepi
Hamparan debu selimuti mimpi

Lonceng berbunyi memotong ranting
Pohon berdesis, malam pun bising
Udara mencekik penghuni bumi
Bongkahan batu menelan dingin

Minggu, 28 Maret 2010

kawan

Kawan
ku tlah saksikan kepedihan
dari daun yg menimang asa
dari sampah yg tak dipedulikan
meminta kelapangan jiwa

kawan
rasa sakit tlah kuderita
sakit yang memecah bongkahan batu dalam jiwa
yang mengurung sebagian asa

kawan
ku tlah kembali menemuimu
tuk menuntaskan rasa rindu dan lara
juga menghentikan kepedihan yg kau derita
agar kutilang betah di dekatmu
tuk dapati senyuman indah di wajahmu

Rabu, 24 Maret 2010

Elang

Aku adalah seekor elang yang mampu memandang dengan ketajaman indera
Aku adalah seekor elang yang mampu terbang jauh nan tinggi
Aku adalah seekor elang yang mampu mengelilingi jagad dengan satu kepakan sayap
Aku adalah seekor elang yang mampu menghadapi rntangan dengan tegar
Aku adalah seekor elang yang mampu melakukan perjalanan dengan fokus

Selasa, 23 Maret 2010

Senyum

Jantungku semakin berdegup kencang
Hatiku semakin bertambah rasa
Jiwaku semakin mensyukuri nikmat-Nya
Anganku semakin membayangkan

Hari yang begitu indah
Senyum yang sangat mempesona
Dari wanita yang elok parasnya

Waktu itu
Ku tak dapat berkata-kata
Hanya bisa memandang simpul bibir indah
Dan tatapan mata yang meyakinkan
Membuatku selalu mengingat keagungan-Nya

Bening

Tubuh ini serasa tanpa asa
Untuk segera memalingkan mata
Karena tubuh ini telah kaku
Tanpa daya tanpa kata

Mata pun terus menatap
Tanpa ada rasa jemu
Dan tanpa ada rasa bosan

Entah…
Apakah hati telah berpaling
Atau diri ini telah jauh dari-Nya
Setelah memandang wanita
Yang membutakan mata dan hati
Karena wajahnya yang bening
Dan akhlaknya yang memukau
Mematahkan segala rasa

Pusing

Teriakan-teriakan terjadi
Di kanan maupun di kiri
Menyuarakan emansipasi
Menerjemahkan hak asasi
Menggemborkan kesejahteraan
Melantunkan penderitaan

Jalanan macet
Satu jam, dua jam
Bahkan sampai tiga jam
Terhalang teriakan promosi, resepsi
Apalah itu namanya

Hari berganti hari
Teriakan makin menjadi
Kemiskinan, ketidakadilan
Kebodohan, penyelewengan
Dan lain sejenisnya
Menjadi bahan teriakan mereka

Hening

Malam terasa begitu hening
Sunyi dari canda tawa bocah
Dari nyanyian pelipur lara
Dari asa yang selalu mencari celah
Untuk tampakkan sosoknya

Namun di suatu sisi
Diatas kardus
Di dalam diri seorang anak berbaju lusuh
Terdapat asa yang membara
Membakar jiwa

Gairah berkecamuk dalam tubuh kecil itu
Tuk bisa menatap matahari di jalanan

Bodoh

Bodoh

Kenapa hati ini

Kubiarkan dihinggapi

Suatu penyakit bernama cinta



Memang bodoh

Membiarkan cinta beranak pinak

Membentuk koloni

Dan menggerogoti asa



Sungguh bodoh

Asa pun lenyap

Jiwa tinggal setengah

Nafsu menjadi-jadi



Sangat bodoh

Akal diam tanpa daya

Melihat keganasan cinta

Menyaksikan kekejaman syahwat

Dan pudarnya asa

Minggu, 21 Maret 2010

Layulah Bungaku

Bunga yang cantik, banyak kumbang menghampirimu
Bunga yang indah, banyak kumbang menginginkanmu
Begitu pula dengan para ngengat yang telah lama menanti kehadiranmu

Namun kenapa kau selalu menutupi perhiasanmu dengan mahkotamu
Perhiasan yang telah dinantikan oleh para kumbang
Seperti itulah yang kau lakukan pada setiap kumbang
Mengapa kau lakukan hal seperti ini?

Bunga pun merasa bahwa hanya kupu-kupulah yang berhak menyentuhnya
Namun kapankah kupu-kupu itu datang?
Sehari lagi
Seminggu lagi
Sebulan lagi
Atau tidak akan datang sama sekali
Penantian yang tak akan berakhir

Sekarang bunga sudah mulai layu
Dan kumbang sudah pergi dari taman itu
Bunga pun menyesali sesuatu yang tidak bisa berubah lagi
Sehingga dia habis tertelan masa tanpa suatu kebahagiaan

Kereta Manusia

Seonggok tubuh terbujur kaku
Terbungkus oleh tiga helai kain putih
Dalam sebuah peti
Yang dibopong oleh belasan manusia
Dengan iringan tangis
Menuju rumah tanpa pintu dan jendela
Dengan beratapkan tanah dan batu nisan
Dan taburan bunga di atasnya

Seonggok tubuh itu
Mengingatkanku pada dosa-dosaku
Yang jumlahnya
Sebanyak butir pasir di bumi
Sebanyak detak jantung manusia di muka bumi

Karena itu aku sebagai seorang hamba yang banyak dosa
Memohon kepada-Mu pengampunan dosa-dosaku
Yang telah menggunung itu
Karena kutahu
Hanya Engkaulah yang Maha Pengampun

Kehendak-Mu

Tanpa kehendak dari-Mu
Selembar daun pun takkan jatuh
Sebutir telur pun takkan menetas
Seekor kumbang pun takkan hinggap
Sebatang pohon pun takkan berbunga
Sebuah ranting pun takkan terbakar
Sebutir debu pun takkan melayang
Sepercik air pun takkan menetes
Sebongkah es pun takkan mencair
Sepasang kaki pun takkan melangkah

Sehingga ku memohon kepada-Mu
Agar Kau berkehendak
Mempertemukan hamba
Dengan malam seribu bulan
Malam kemenangan hamba-Mu
Yang menanti keridhoan-Mu
Pengampunan-Mu
Kecintaan-Mu
Dan anugerah dari-Mu
Yang sangat besar
Bagi hamba-Mu
Bagi penanti karunia-Mu

Sungguh Maha Pemurah Engkau ya Allah

Sungguh Maha Pemurah Engkau ya Allah
Kau hembuskan angin untuk nelayan berlayar
Kau turunkan hujan untuk petani berladang
Kau gantikan siang dengan malam untuk istirahat
Kau berikan lelah agar kami bersyukur
Kau tempelkan kantuk pada kami agar kami bermimpi
Kau pasangkan pria dengan wanita agar tentram jiwanya
Kau pindahkan matahari dari timur ke barat agar kami tahu bilangan hari
Kau gantungkan lapar pada lambung kami agar menikmati karunia-Mu

Namun masih ada hamba-Mu yang tidak bersyukur akan karunia-Mu
Bukan karena tidak mengerti, tapi mereka sombong akan nikmat-Mu
Bukan pula karena dapat merasakan nikmat-Mu, tapi merasa Engkau lebihkan

Ya Allah bila Engkau berkehendak untuk menyadarkan mereka
Maka jadikanlah hamba sebagai penyampainya

Cinta-Mu

Telah datang bulan yang telah Engkau janjikan
Kepada hamba-Mu yang beriman
Untuk meraih cinta-Mu
Cinta penenteram hati

Di bulan ini Engkau berikan suatu malam
Yang sangat indah
Yang telah ditunggu
Para hamba yang mencari cinta-Mu

Di bulan ini Engkau turunkan panduan
Yang membimbing manusia kepada cinta-Mu
Cinta kekasih yang abadi

Di bulan ini Engkau tebarkan ampunan
Ampunan untuk hamba-Mu
Yang menantikan cinta dan ampunan-Mu

Surau Kecil

Terdengar zikir yang bergema
Pada tengah malam
Dari seorang pemuda
Dalam sebuah surau kecil
Yang berbatasan dengan pemakaman
Berdinding anyaman bambu dan papan
Beratap sulaman daun kelapa
Beralas tikar diatas tanah

Takkan ada malam yang sunyi
Di sekitar pemakaman
Karena selalu bergema
Kalimat-kalimat Allah
Dan zikir pada-Nya
Dari bibir pemuda penghuni surau kecil

Presiden dan wakil Presiden Terpilih

Presiden dan wakil presiden terpilih
Aku hanya setitik air dalam sebuah laut
Aku hanya sebutir pasir di gurun pasir
Aku hanya sepotong ranting dalam rimbunnya hutan
Aku hanya sebatang rumput di padang penggembalaan

Aku telah percaya kepadamu
Untuk menjadikan
Negeriku sejahtera
Bangsaku disegani
Tanah airku makmur sentosa

Itulah harapan dari
Setitik air
Sebutir pasir
Sepotong ranting
Dan sebatang rumput
Yang tidaklah tampak oleh dunia
Yang tidak terlihat oleh mata pemimpin negeri
Yang sangatlah mudah untuk diabaikan

Namun
Bagaimanakah nasibku nanti?
Terabaikan, terkucilkan, terlupakan
Dan akhirnya
Mati kelaparan
Di negeri yang subur ini
Terlunta-lunta
Di negeri yang kaya ini

Aneh, memang aneh bin ajaib
Namun aku percaya
Bahwa itu hanya sebuah ilusi
Atau bunga tidur
Yang tidak akan menjadi suatu kenyataan
Sebagaimana sebelumnya

Indonesia-Indonesia

Indonesia-Indonesia
Negara kaya, tak berdaya
Negara subur, rakyat tak makmur
Negara besar, selalu gusar
Negara rempah, tak adidaya
Negara agraris, penuh teroris
Negara pancasila, tak punya kuasa
Negara agamis, tak punya etis

Indonesia-Indonesia
Kapan kau adidaya?
Seperti Sriwijaya
Dan Majapahit
Indonesia-Indonesia
Kapan rakyatmu makmur?
Seperti Samudra Pasai
Dan Kerajaan Demak

Indonesia-Indonesia
Kapan kau tanpa teroris?
Kapan kau bebas hutang?
Kapan kau tak dilecehkan?
Kapan swasembada pangan?
Kapan?
Kapan?
Kapan?

Sampai bosan aku menanyakannya

Bila Indonesia

Bila Indonesia sebuah hutan rimba
Pemerintah adalah harimaunya
Dan rakyat adalah mangsanya

Bila Indonesia sebuah samudera
Pejabat pemerintahan adalah hiunya
Dan rakyat adalah ikan-ikan tuna

Bila Indonesia sebuah rawa
Pemeritah adalah buayanya
Dan rakyat adalah ikan-ikannya

Bila Indonesia sebuah danau
Pemerintah adalah elangnya
Dan rakyat adalah ikan-ikan kecil

Namun Indonesia bukanlah itu semua
Karena Indonesia adalah seorang manusia
Wakil rakyat sebagai otaknya
Pemerintah sebagai jantung dan pembuluh darahnya
KPK sebagai antibodinya
Agama sebagai hatinya
Hukum sebagai ginjalnya
Dan rakyat sebagai sel-sel penyusunnya
Entah kapankah itu bisa terjadi

Trotoar

trotoar jalanan ini ramai
namun tak ada yang peduli
akan bau yang memaksa tangan menutup hidung
akan polusi yang memisahkan paru2 dari udara segar
sampai sekarangpun masih sama

coba kupungut sampah satu per satu
meski dengan menutup hidung
bukan karena kupeduli
bukan juga oleh imbalan yang kudapat
namun karena lolongan perut anak dan bini

Indonesiaku

Indonesiaku
Kau telah memilih pemimpinmu
Yang amanah dengan tugas-tugasnya
Yang menampakkan negeri ini di mata dunia
Yang mencukupi kebutuhan rakyatnya

Namun aku masih ragu akan dia
Apakah dia seperti pemimpinmu waktu dulu?
Pemimpin yang dibenci
Pemimpin otoriter
Pemimpin para koruptor
Pemimpin biadab

Karena hal itu
Aku merasa perlu menanyakannya
Dia amanah dengan tugas-tugas yang mana?
Tugas dari partai pengusungnya
Tugas dari parlemen
Atau ………………………

Dia tampakkan dirimu sebagai apa?
Sarang teroris
Juara koruptor sedunia
Produsen buruh
Atau ………………………

Dia mencukupi rakyatnya yang mana?
Yang duduk di kursi parlemen
Yang mendukugnya
Yang berada di rumahnya
Atau ………………………

Maka jadi apakah dirimu?
Sekarang ataupun nanti
Aku hanya bisa meminta pada Tuhanku
Agar hal itu tak terjadi
Besok atau lusa
Karena aku bukanlah apa-apa

Pagiku

Pagi nan nampak jelita
Ditambah kehangatan mentari dan kicau burung
Seiring dengan alunan nada rumput ilalang
Meregangkan otot-otot keram di raga

Namun waktu pagi itu telah hilang
Sekarang sianglah yang datang
Di mana para ilalang menutupi hidungnya
Para burung berpindah ke belantara
Tidak kuat menutup matanya lebih lama
Entah karena bau busuk yang selalu menyengat
Atau sampah yang selalu memenuhi jalanan

Sekarang aku baru tahu akan hal itu
Hal yang mengusir kicau burung di kota ini
Hal yang menghilangkan rasa betah di hati
Namun seingatku aku tidak ikut serta dalam hal ini
Sekecil apapun dari waktu silam sampai hari ini

Aku merasa jijik bertanya pada selokan
Aku merasa risih bertanya pada jalan membentang
Bukan karena tidak peduli
Namun seingatku bukanlah aku pelakunya

Engkaulah Penolongku

Tiba-tiba pintu kamar kontrakan Edi terdobrak dengan sangat kerasnya dan terdengar tembakan yang membuat kami berempat, yaitu aku, Edi, Doni, dan Joni angkat tangan karena tertangkap basah lagi menggunakan sabu. Satu jam kemudian kami sudah berada di kantor polisi untuk diinvestigasi. Menurut investigasi akulah orang yang akan menghuni sel tahanan paling lama bila dibandingkan dengan ketiga orang rekanku karena aku tetap melakukan hal yang sama setelah tertangkap dua kali sebelum ini.
Tiga hari kemudian. Datang seorang yang sangat kubenci mengunjungiku. “Berengsek, mengapa kau kesini?” tanyaku.
“Apa aku tidak boleh kesini?” jawabnya.
“Kau boleh kesini tapi aku sangat muak melihat mukamu karena kau kesini bukan untuk membebaskanku tapi hanya untuk mengejek dan menghinaku.”
“Kamu jangan salah paham dahulu, kedatanganku kemari hanya untuk menyampaikan bahwa besok akan datang seseorang yang ingin membantumu.”
“Aku tidak butuh bantuan darimu dan kawanmu itu karena aku bukanlah orang yang pantas untuk bersama kalian.”
“Terserah padamu, ambil makanan yang kubawa ini.” Katanya sambil memberikan sekantong plastik yang berisi buah dan roti. Setelah itu dia pergi dengan menggandeng seorang wanita yang duduk di ruang tunggu. Namun aku digandeng oleh polisi penjaga rumah tahanan.
“Ni ada makanan.”
“Tadi siapa, Nal?” tanya Agus.
“Orang yang sok perhatian aja.” jawabku.
“Emang kenapa dia?” tanya Soni.
“Nggak perlu dipikirinlah.” Jawabku dengan menyalakan sebatang rokok dari Beni.
“Ditanya kok malah jawab kayak gitu?” timpal Agus.
“Biarin sih, orang kayak gitu mau-maunya kau urusin.” Jawabku sambil membuka lengan baju untuk nunjukin tato tengkorak dan otot yang besar di lengan. Agus pun diam karena merasa kalah kalau harus adu otot denganku.
Keesokan harinya. Ada seorang wanita berjilbab mengunjungiku. Entah apa yang ingin dia lakukan. Aku tidak mengenalnya sehingga aku bertanya,“Sepertinya aku belum pernah mengenalmu dan apa maksud kedatanganmu kesini?”
“Namaku Emma temanmu waktu di Lamongan, aku datang kesini untuk membantumu karena dapat info dari kakakmu.” Jawab wanita berwajah anggun itu.
“Kakak yang mana? Apa yang kau maksud orang yang datang kesini kemaren?”
“Iya, kak Heru.”
“Dan kau mau membantu orang bejat kayak aku ini? Orang yang biasa mabuk dan menelan ekstasi ingin kamu bantu.” tanyaku sambil tertawa akan kemustahilan ini.
“Iya.” jawabnya dengan mantap ditambah dengan pandangan mata yang sangat meyakinkan.
“Kalau gitu mana barangnya?” mintaku dengan tegas.
“Barang apa?”
“Barang yang bisa bikin aku happy and fun.”
Tanpa disangka Emma langsung membalikkan badannya dengan cepat dan pergi dengan lari.
Tidak lama setelah aku tiba di dalam kamar berdinding jeruji besi, aku ditanya oleh seorang tetangga kamar.
“Nal, kamu apain cewek tadi?” tanya Baim.
“Emang kenapa dengan dia?” jawabku.
“Dia pergi sambil menangis.”
“Biarin aja sih! Dia juga bukan siapa-siapaku.”
“Nal, kamu jangan langsung nyimpulin kayak gitu. Denger dulu kata orang yang jago dalam merayu cewek sampai-sampai masuk penjara karena bermasalah dengan cewek.” timpal Soni.
“Sudahlah nggak perlu ngomongin itu lagi.” sanggahku.
Haripun menjadi malam, siang, malam, dan siang lagi. Sampai seminggu ini cewek itu tidak datang lagi untuk menemuiku begitu juga Heru.
Keesokan harinya.
Datang seorang wanita bernama Shanti yang mengaku sebagai isteri Heru untuk menyampaikan selembar surat. Isinya sebagai berikut:
“Assalammu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Maafkan aku bila seminggu yang lalu langsung pergi begitu saja. Aku hanya ingin memberitahukan padamu kalau aku benar-benar akan membantumu. Aku sudah lama mengetahui segalanya dari kakakmu, namun akau baru bisa menemui dan mendatangimu sekarang karena dari dua tahun yang lalu aku harus menyelesaikan pendidikanku pondok pesantren.
Sehari setelah menemuimu aku pergi ke rumah pak Zaenal ayahmu yang telah lama tidak menemuimu sampai sekarang. Kujelaskan semua hal yang bisa kusampaikan, namun hasilnya tetap sama untuk tidak mengakui kamu sebagai anaknya. Besoknya aku datang lagi karena ditelpon sama ibumu. Dia menceritakan segala hal yang sebenarnya terjadi. Mulai dari pindahnya kalian sekeluarga ke jakarta dikarenakan pak Zaenal dipindah tugaskan. Tidak lama setelah itu ibumu dapat tawaran kerja sehingga mereka jarang berada di rumah. Dan bila di rumah mereka sibuk dengan pekerjaan mereka. Selain itu ibumu juga menceritakan tentang pergaulanmu sehingga terjadi hal yang seperti ini.
Terima kasih bila kamu mau membacanya. Selain itu ibumu juga minta maaf akan hal yang terjadi tersebut. Sekian dariku.
Wassalammu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Temanmu, Emma Auliyah”
Setelah kubaca surat itu kurbek-robek, namun setelah malam datang kuteringat akan surat itu sehingga aku merasa sangat bersalah telah membuat Emma kecewa. Malam datang tidaklah sendiri namun bersama dengan teman-temannya, yaitu nyamuk-nyamuk penghisap darah, tikus selokan, kecoak, dan serangga lainnya membuatku sulit untuk tidur karena suaranya yang berisik. Besok paginya aku berusaha untuk meminta bulpen dan kertas pada penjaga untuk membalas surat kiriman Emma. Surat ini berisi permintaan maaf padanya atas tindakanku sebelumnya, alasanku memakai narkotik sehingga masuk ke penjara.
Dua hari kemudian Heru mendatangiku dan kutitipkan surat balasanku pada Heru.
Dua minggu kemudian.
“Assalammu’alaikum.” ucapan salam dari Emma.
“Wa’alaikumsalam. Emma kesini untuk keperluan apa?”
“Aku ingin menawarkan suatu bantuan untuk mengurangi masa tahananmu.”
“Apa imbalan yang kamu inginkan untuk tawaranmu ini?”
“Tidak ada imbalan untukku, namun ada suatu syarat untukmu.”
“Apa syaratnya?”
“Maafkan orang tuamu.”
“Maaf, untuk yang itu aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
“Mereka telah membiarkanku sehingga aku cari pelarian pada barang yang kalian anggap haram itu.”
“Dan kamu tertangkap.”
“Benar, setelah itu mereka tidak mau melihatku lagi dan tidak mengakui aku sebagai anaknya.”
“Itu terjadi sampai sekarang?”
“Iya.”
“Namun bila mereka datang kesini untuk meminta maaf. Apa pintu maafmu masih terbuka untuk mereka.”
“Mungkin.”
“Terima kasih, insya Allah besok aku akan datang dengan mengajak mereka.”
“Makasih juga.”
“Ini kubawain makanan untukmu.” sambil menyerahkan kantong plastik yang berisi tiga bungkus nasi.
“Makasih ya!” teriakku sambil melambaikan tangan kepadanya yang telah keluar dari ruang kunjungan dan kudapatkan sepotong surat di dalam kantong plastik yang diberikannya.
Sesampai di kamar tahanan kuberikan kantong plastik tersebut pada teman-teman sekamarku, namun suratnya sudah kupisahkan untuk segera kubaca.
”Assalammu’alaikum Wr. Wb.
Ronal, gimana masakanku tadi? Enak nggak? Maaf setelah tiga minggu ini aku tidak mendatangimu, karena berusaha untuk merayu orang tuamu untuk bisa memaafkan kesalahanmu. Dan tadi malam aku dapat meyakinkan mereka untuk bisa memaafkanmu. Selain itu aku juga sudah melobi temanku untuk bisa menerimamu bekerja ditempatnya setelah masa tahananmu habis dan dia menyetujuinya. Itu semua kulakukan karena aku sangat yakin padamu. Tenang saja suratmu sudah kubaca kok.
Sekian dulu. Terima kasih.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb.
Sahabatmu, Emma Auliyah”
Setelah membaca surat dari Emma aku mencari makanan yang telah diberikannya padaku tadi, namun sudah habis tak bersisa.
Malam ini terasa indah meskipun segerombolan nyamuk dan kecoak telah menyerbu kamarku karena aku merasa sangat bahagia setelah bertemu dengan Emma dan setelah membaca surat darinya yang membuatku selalu membayangkan pemilik wajah yang begitu indah telah mengikat hatiku dengan sangat erat. Sehingga aku bertanya apakah ini cinta? Dan kebahagiaan akan keyakinannya padaku sehingga dia bisa membantuku untuk segera bebas dari tempat ini.
Keesokan harinya.
“Ronal, sekarang kamu sudah bebas. Cepat kemasin barang-barangmu. Keluargamu sudah menunggumu di depan.” kata seorang petugas kepadaku.
“Bener ni pak?” tanyaku nggak percaya.
“Iya.” jawabnya dengan tegas.
Setelah itu aku berpamitan pada teman-temanku dan menuju ruang tunggu untuk bertemu dengan orang ynag telah membebaskanku. Di ruang tunggu aku bertemu dengan Heru dan isterinya Shanti berikut pak Zaenal ayahku juga ibuku, namun tidak kutemukan Emma di sini.
“Ronal, aku telah menebus masa tahananmu.” penjelasan pak Zaenal.
“Terima kasih.” jawabku dengan nada tegas.
“Bolehkah aku meminta maaf.”
“Tidak.” jawabku sambil menahan lanjutannya beberapa detik, “Tidaklah pantas bagi seorang anak untuk tidak memaafkan orang tuanya dan aku sangat menyayangi kalian.” sambil kupeluk keduanya secara bergantian dengan menahan tetesan air mata yang terpaksa jatuh karena bahagia.
“Begitu pula kami.” kata ibuku.
“Emma kemana ya?” tanyaku.
“Kemaren setelah ke rumah Emma kecelakaan dan sekarang dia berada di rumah sakit.” penjelasan Shanti.
“Gimana kondisinya?” tanyaku.
“Keadaannya sangat kritis.” kata Heru.
Tak lama kemudian aku pergi menuju rumah sakit dan menemukannya dalam keadaan koma.
Lima haripun berlalu, aku selalu menemani Emma yang telah berhasil mengubah sikap orang tuaku sampai dia siuman. Ternyata penantianku tidak sia-sia, Emma siuman dan bertanya “Apakah kau mencintaiku?”
“Iya, dengan sangat.” jawabku.
“Terima kasih.”
Selang beberapa menit kemudian Emma tergeletak dan tidur untuk selamanya.

Akhirnya Usahaku Berbuah Juga

Mulai hari ini aku bangun pagi-pagi untuk mengambil sekitar 30 biji molen jumbo yang biasa disebut dengan molen Arab, karena ukurannya yang sangat besar sehingga cukup untuk pengganti nasi uduk di RC. Selain mengenyangkan harganya juga lumayan murah untuk kantong mahasiswa, sehingga semua bisa habis dalam sekejap saja. Untung yang kudapatkan dari penjualan molen ini lumayan untuk tambahan pemasukan selain dari penjualan pulsa, madu, dan fotokopi di kelas. Setelah keliling membangunkan para mahasiswa yang menghuni gedung C2 Asrama Putra TPB untuk beli molen, aku langsung menuju kamar no. 151 untuk istirahat sambil menghitung uang hasil penjualan molen pagi ini untuk ditambahkan sebagai modal jualan pulsa yang akan kusetor pagi ini sebelum kuliah yang dimulai pada pukul 10:00. Pagi ini aku setor sebesar Rp. 200.000,00 , jumlah ini bisa habis hanya dalam 1,5 hari. Sehingga aku nggak pernah ragu untuk mengeluarkan uang sebesar itu meskipun baru berjualan pulsa 3 hari.
Jam tanganku menunjukkan pukul 9:00, waktuku untuk menyiapkan segala sesuatu sebelum berangkat ke kampus. Beberapa diantaranya adalah barang-barang yang memang harus sudah berada di dalam tas, antara lain: madu pesanan sebanyak 3 botol, uang untuk pengambilan pesanan fotokopi yang besarnya sekitar Rp. 180.000,00, telepon genggam untuk berjualan pulsa dan komunikasi, dan alat-alat tulis seperti pena, serta bahan-bahan kuliah seperti modul dan buku pegangan. setelah semua beres aku tinggal ganti baju, pakai minyak wangi, sisir rambut, dan berangkat ke kampus. Namun sebelum ke kampus aku setor uang ke temanku untuk ditambahkan sebagai deposit pulsa. Setelah itu kumampir dulu ke tempat fotokopian langgananku yang harga fotokopinya lumayan murah untuk mengambil hasil pesanan fotokopi sebanyak 100 jilid yang tebal masing-masing sekitar 25 halaman. Meskipun fotokopiannya lumayan berat, ini untuk menghidupi diriku juga. Sehingga tidak ada alasan untuk menyerah dalam menjalani roda kehidupan dan menuju suatu harapan yang indah ini.
Sesamapinya di depan kelas dengan membawa kardus berisi fotokopian bahan kuliah aku merasakan sesuatu hal yang tidak biasa terjadi pada detak jantungku yang berdegup semakin kencang, denyut nadiku yang semakin tidak beraturan, dan perasaan yang tidak karuan saat melihat sesosok wanita yang teramat-amat sangat indah bagai kurva integral logaritma sinus dengan variasi pangkat aljabar yang berliku-liku membuat pikiranku melayang selama 1/100 jarak matahari dan bumi yang ditempuh dengan kecepatan cahaya. Ditambah dengan senyuman selembut hasil evapotranspirasi dari padang rumput di hari yang terik membuatku semakin lama berjalan melintasi kurva deferensial fungsi parametrik. Sedangkan sebelumnya tidak pernah terjadi sesuatu yang seperti ini. Tidak lama berselang terdengar suara lembut, “Ahmad, kamu bawa fotokopi apa?”.
“Ini fotokopi slide kalkulus yang diberi sama dosen kemarin, Awin sudah pesan, kan?” tanyaku pada pemilik wajah yang sangat elok itu.
“Maaf belum, bisa pesen sekarang nggak?” tanyanya dengan sedikit memohon.
“Bisa saja, namun tidak bisa hari ini.”
“Ya udah nggak apa-apa. Gimana kalau besok pagi aja?”
“Oke dah kalau begitu.”
“Eh, madu pesana Eny sudah dibawa belum?”
“Ada nih di tas.”
“Ini uangnya, sekalian juga tolong isiin pulsaku 20 ribu dan pesan madu 1 botol.”
“Oke bos, pulsamu 2 menit lagi sampai, madumu waktu kuliah sore nanti sudah dapat diambil. Sudah capek nih berdiri terus sambil bawa kardus seberat ini, nanti lagi ya ngobrolnya.” Akupun menuju tempat duduk paling depan untuk menaruh kardus berisi kertas ini, serta istirahat sebentar sambil menyiapkan alat tulis dan buku pegangan sebelum perkuliahan dimulai. Sedangkan dia ngobrol dulu dengan temannya yang baru datang sebelum mencari tempat duduk yang tentunya sangat cocok baginya. Akupun mulai berfikir kalau dia bisa mendampingiku setiap hari meskipun peluangnya hampir mendekati nol
Seperti itulah hari-hariku yang kugunakan untuk mencari ilmu dan uang yang akan kugunakan sebagai modal untuk menikahi wanita yang menjadi pujaan hati dan jiwa, meskipun jauh di kampung halaman.

Malam ini adalah malam yang sangat indah untuk melamunkan diri bisa bersanding dengan si pujaan hati yang memang telah lama kutunggu waktunya. Ditambah dengan keindahan langit dengan taburan bintang-bintang dan bulan purnama bagai laut dengan ikan-ikannya, selain itu teman-teman lorongku yang biasa menciptakan polusi suara sekarang tampak sunyi bagai ditelan ombak. Perasaanku semakin menjadi-jadi, namun ada saja yang mengganggu, yaitu suara telepon genggam berdering dengan kencangnya, namun tidak ada nomor telepon yang tertera disana, sehingga cepat-cepat kuangkat.
“Assalammu'alaikum.”
“Wa'alaikummussalam.” jawab dari seorang wanita yang sepertinya suara ini pernah kukenal.
“Coba kutebak, kamu Lilis ya?”
“Kok tahu sih? Sedangkan kamu tidak tahu nomor telepon ini.”
“Ya tahulah suara seperti ini memang ada yang punya selain kamu.”
“bener juga katamu, sekarang aku ingin memberi tahumu berita baik bahwa besok aku mau tunangan.”
“Bagus dong kalau gitu, emang mau tunangan sama siapa?”
“Yang penting ada aja, nanti kamu juga tahu.”
“Dengan Arifin ya?”
“Bukan dengan dia, karena dia seminggu lagi ingin nikah.”
“Dengan siapa Lis?”
“Dengan Sinta.”
“Sinta mana?” tanyaku dengan penasaran.
“Sinta anak kelas bahasa.”
Teleponku langsung kututup setelah mendengar kabar tersebut yang memang tidak ingin kudengar. Hatiku menjadi gundah mendengar bahwa wanita yang beberapa bulan lagi ingin kulamar telah diambil oleh teman dekatku sendiri. Langitpun tiba-tiba mendung dengan petir yang menyambar-nyambar diteruskan dengan hujan lebat menghilangkan harapan yang telah kupupuk selama bertahun-tahun. Usahaku sekarang bagai tiada berarti apapun. Teman sekamarku tiba-tiba bangun dari tidurnya dan menatapku, sehingga kuceritakan apa yang telah terjadi, diapun juga ikut merasakan apa yang sedang kurasakan.
“Kalau memang Sinta menikah dengan Arifin, mungkin Allah telah menyiapkan seorang wanita yang lebih baik daripada Sinta, seharusnya kamu bahagia karena Sinta mendapatkan orang yang memang dia percaya untuk memimpinnya, dan Arifin bisa menyelesaikan setengah dari agamanya, sebagai seorang sahabat seharusnya kamu senang. Selain itu Allah pasti akan memberimu seorang yang lebih baik daripadanya, maka tabahkanlah dirimu dalam berusaha agar bisa menikahi wanita yang telah Allah sediakan untukmu itu.” nasehat darinya.
“Namun Sintalah yang kucinta dan bagaimana dengan aku?”
“Bila Allah berkehendak sesuatu akan hamba-Nya, hamba tersebut akan berusaha melakukannya, begitu pula takdir Allah yang tiada diketahui oleh hambanya, jika kamu berusaha menjadi hamba yang baik, Allah akan memberikan sesuatu yang terbaik pula, dan kamu tidak akan merasakan sesal. Kamupun pasti sudah tahu sebelumnya karena waktu SMA menjadi anggota rohis.”
Tak berselang berapa lama aku segera mengambil air wudhu, kulakukan sholat taubat, dan berdo'a kepada-Nya agar pernikahan Arifin dan Sinta bisa berjalan dengan lancar dan dapat menjadi keluarga yang sakinah. Dan aku bisa mendapatkan bidadari yang lebih baik daripada Sinta. Begitu pula dengan usahaku sekarang yang berorentasi pada keuntungan bisa menjadi usaha yang berorentasi pada ridho Allah. Dan agar aku bisa semakin tabah menghadapi segala macam cobaan ini.

Hari ini adalah hari yang sangat indah dengan bisa menjalankan sholat subuh berjamaah, dan membangunkan teman-teman tidak hanya untuk berjualan molen, namun sekalian berbagi pahala sholat subuh dengan mengingatkan. Begitu pula hari-hari selanjutnya kujalani dengan semangat penuh karena kecintaanku kepada Allah tidak terbagi lagi. Sebulan, dua bulan pun tidak terasa, hari-hariku semakin indah, tawaran-tawaran bisnispun banyak mendekatiku, begitu pula pemahaman materi kuliah semakin meningkat, sehingga tidak ada sela untuk bersedih atau meratapi ketidakenakan di masa lalu.
Suatu ketika aku berkenalan dengan Pak Edy, beliau memberiku sebuah proyek usaha yang memang sangat besar peluangnya untuk dilakukan. Akupun memenuhi orderan Pak Edy dengan senang hati sehingga aku dalam waktu sebulan bisa membuka cabang dari usaha tersebut dan prestasiku di kampus membaik pula. Tidak lama Pak Edy menawariku untuk menikah dengan anaknya, aku mengiyakan tawaran Pak Edy setelah membicarakan segala sesuatu yang mungkin menjadi penghalang meskipun aku belum pernah mengetahui siapa anak Pak Edy yang ingin dinikahkan denganku.
Setiap hari aku semakin bertanya-tanya akan alasan Pak Edy menikahkan anaknya denganku sehingga aku datang langsung ke rumah Pak Edy pada hari libur untuk memastikan saja. Sesampainya disana, aku melihat rumah yang begitu asri yang memang dirawat sendiri oleh Pak Edy sekeluarga tanpa adanya pembantu. Sesuatu yang begitu kontras dengan pikiranku yang memandang bahwa orang sekaya Pak Edy mempunyai rumah besar menyerupai istana dengan beberapa pembantu di dalamnya dan supir yang selalu mengantarkannya ke tempat yang ingin dituju. Selang sekitar 10 detik setelah kupencet bel rumah Pak Edy keluar seorang wanita cantik berjilbab yang sepertinya pernah kukenal, dia adalah Awin yang memang sudah beberapa minggu ini tidak berjumpa karena liburan semester.”Assalammu'alaiku
m”
“Wa'alaikummussalam, Ahmad nyari bapak ya?”
“Lho kamu kok tahu?”
“Tadi bapak pesen, kalau Ahmad akan kesini untuk membicarakan hal yang memang sangat penting.” sambil mengajakku masuk ke rumah.
“Emang sekarang bapak kemana?”
“Bapak pergi sebentar menjenguk temannya yang kecelakaan kemarin.”
“Ahmad, kamu sudah datang toh? Bapak sebentar lagi juga pulang.” sapa Bu Edy saat aku sampai di ruang tamu. Sedangkan Awin pergi ke belakang.
“Assalammu'alaikum.” terdengar suara dari luar.
“Wa'alaikummussalam” jawab kami serempak.
“Awin, bapak sudah datang tuh. Tolong bukain pintunya.” perintah Bu Edy kepada anaknya.
“Iya, Bu.” jawab Awin dengan suara lembutnya.
Beberapa menit kemudian aku bercakap-cakap dengan Bapak dan Ibu Edy, namun Awin berada di dalam tidak mengikuti pembicaraan kami sehingga Pak Edy memanggilnya.
“Awin, Ahmad, sekarang kalian berada disini. Bapak mau tanya, namun jawab dengan jujur?”
“Yang Bapak maksud itu apa?” tanya Awin ke bapaknya.
“Tolong jangan disela dulu omongan Bapak. Bapak hanya mau bertanya. Apakah kalian bersedia untuk bapak nikahkan?”
“Saya bersedia.” jawab Awin.
“Saya sangat bersyukur.” jawabku.
“Kenapa kalian langsung setuju dengan keputusan saya? Sedangkan Bapak juga tidak memaksa, hanya menanyakan saja.” tanya Pak Edy.
“Karena Ahmad sudah kenal dan mengagumi anak bapak yang tidak hanya berparas sangat cantik namun sangat luar biasa bagi saya.” jawabku.
“Saya sudah suka sama Ahmad sebelum dia sukses seperti sekarang, meskipun Ahmad miskin saya juga bersedia jadi istrinya karena orangnya jujur, mudah bergaul, punya komitmen, dan bekerja keras.” jawaban yang sungguh dahsyat dari seorang gadis yang akan kunikahi.
“Dua hari lagi kalian akan melaksanakan akad nikah. Ahmad, tolong ajak orangtuamu kesini. Segala sesuatu sudah Bapak siapkan. Ahmad hanya tinggal siapin maskawinnya saja. Bapak harap tidak ada yang protes.”

Dua hari kemudian, aku dan Awin melakukan akad nikah dan bersanding sebagai suami istri di pelaminan. Pada acara ini banyak teman-teman kuliah yang kami undang, sehingga semua tahu akan hubungan kami sekarang. Setelah menikah aku semakin merasakan karunia Allah yang memang sangat berlimpah dengan penuh syukur. Begitu pula hari-hariku yang semakin indah dibuatnya.

Sensor Cinta

Waktu istirahat pun tiba, aku bersegera menuju kantin. Di kantin aku bertemu dengan Andi dan aku ingat akan perkataannya beberapa hari yang lalu sehingga aku menghampirinya.
“Andi, gimana kabarmu?” tanyaku pada Andi.
“Kabarku baik-baik saja. Emang ada apa? Tumben-tumbennya kamu menemuiku.”
“Ada sesuatu yang perlu kubicarakan sama kamu.”
“Apaan Wan?”
“Boleh nggak aku minta tolong ke kakakmu untuk membuatkan Sensor Cinta?”
“Boleh. Tapi apa cinta bisa dideteksi? Sedangkan cinta adalah masalah perasaan yang tidak mungkin bisa dideteksi.”
Aku terdiam sejenak setelah menerima penjelasan yang sangat masuk akal baginya. “Aku mengerti akan hal itu. Kalau aku bisa menemukan indikator–indikator yang bisa dideteksi, bisa nggak?”
“Iya.” Jawabnya sambil memberikan anggukan tanda setuju.
Kami berdua akhirnya memesan bakso dan memakannya sambil mendiskusikan hal-hal lain yang menurut kami sangat aktual dan baik untuk kemajuan teknologi di negeri ini.

Sepulang sekolah aku menyempatkan diri ke perpustakaan umum untuk mencari literatur yang mendeskrisikan cinta dalam bidang fisika. Di perpustakaan aku bertemu dengan Dina, wanita cantik di sekolahku yang terbilang sangat cerdas hampir di segala bidang pengetahuan.
“Lagi nyari apa Din?” tanyaku sambil memilih koleksi buku fisika yang tersedia di salah satu rak buku.
“Aku lagi nyari referensi tentang siklus energi yang berada di tata surya. Emang kamu lagi nyari apa?” tanyanya seakan dia tahu akan tempat semua buku yang tersedia di perpustakaan umum.
“Aku lagi mencari info tentang cinta di bidang fisika.” Jawabku dengan gaya sok tahu.
“Kamu salah kalau tempat nyari di sini.”
“Maksudnya?” tanyaku heran.
“Kalau nyari referensi tentang cinta. Cari saja di rak buku yang berada di ujung sana. Karena segala aspek tentang cinta hanya dapat ditemukan di dalam buku-buku sosial termasuk hal-hal yang menyangkut bidang fisika.” Jelasnya dengan nada lugas.
Tak berselang lama aku pergi menuju rak-rak buku sosial setelah menyampaikan ucapan terima kasih.

Sesampai di rumah aku bersegera membuka buku-buku yang telah kupinjam dari perpustakaan dan kutemukan beberapa fakta dan pernyataan yang sangat mengejutkan dan sangat membantuku untuk membuat alat pendeteksi cinta, yaitu :
• Bila seseorang yang mencintai lawan jenisnya dan bertemu dengan yang dia cintai maka akan terjadi penambahan frekuensi detak jantung meskipun bertambahnya dalam jumlah besar maupun kecil.
• Kerja otak akan sulit fokus dalam menghadapi suatu masalah bila tidak bertemu dengan cinta yang hinggap pada tubuh.
• Medan magnet di seluruh tubuh akan berubah arah dan terfokus pada suatu titik bila bertemu dengan orang yang dicintai.
• Gaya grafitasi pada orang yang saling mencintai nilainya lebih besar daripada yang tidak bila berdekatan.
• Bila seseorang bertemu dengan yang dia cintai maka tubuh akan memancarkan radiasi energi pada panjang gelombang tertentu.
Sampai malam tiba aku masih memandangi buku-buku itu untuk dapat menentukan variabel dan selang yang akan digunakan pada sensor yang akan dibuat. Akhirnya aku tertidur dan bermimpi tentang hal yang sangat kuinginkan. Mimpinya, yaitu :
Aku berada di tahun 2015 dan di tanganku terdapat sebuah alat yang bentuknya menyerupai telepon genggam. Di bagian belakangnya terdapat tempelan kertas hologram berukuran 1 x 2 cm. Setelah kunyalakan kudapatkan tulisan “SENSOR CINTA” di layarnya. Selain itu kudapatkan cara penggunaannya di salah satu menu yang tersedia di sensor tersebut.
Tak berselang lama aku bertemu dengan Rino dan Desi di jalan dan mereka mengajakku berdiskusi tentang pemanasan global di sebuah kafe yang memang sudah pernah kami kunjungi. Di selang pembicaraan kami aku menyempatkan waktu untuk menempatkan Sensor Cinta diantara mereka berdua yang kebetulan saling berhadapan. Roni bertanya akan ulahku tersebut.
“Mengapa kamu taruh hpmu di atas meja?” tanya Rino yang memang belum tahu apa yang sedang kulakukan.
“Biar enak ngambilnya bila ada sms masuk.” Jawabku dengan tenang.
“Kita teruskan yuk pembicaraan kita tadi.” Kata Desi yang mempunyai semangat tinggi dalam berbicara tentang global warming.
Setelah pembicaraan kami berakhir, kami pun berpisah. Aku membaca hasil deteksiku tadi dan didapatkan bahwa mereka berdua saling mencintai. Sehingga aku segera menghampiri Rino yang lagi menunggu bis di halte untuk menyampaikan bahwa Desi mencintainya sebagaimana Rino mencintai Desi. Kemudian Rino menelpon Desi yang akhirnya mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Memang cinta tak dapat disembunyikan.
Beberapa saat kemudian aku bertemu dengan seorang pria yang lagi merayu seorang wanita yang memiliki wajah lumayan cantik di sebuah taman. Aku mendekati mereka dengan menjaga jarak sekitar 3 meter dari mereka untuk melakukan pendeteksian. Namun apa yang hasil kudapatkan tidak sesuai yang kuharapkan. Hasil deteksinya menyatakan bahwa pria tersebut tidak memiliki rasa cinta pada wanita yang dia rayu.
Aku mengikuti pria itu setelah mereka berpisah untuk mengetahui hal yang mengganjalku tadi. Setelah agak lama mengikutinya akhirnya kudapati pria itu jalan berdua dengan wanita lain yang tidak kalah cantik dari wanita yang dirayunya tadi. Ternyata benar bahwa cinta tak dapat dipermainkan sehingga sinyal cinta yang kudapatkan dari sensor bernilai nol.
Di sudut lain dari taman kudapati seorang wanita yang begitu cantik yang sangat kukenal dan kucintai, dia adalah Dina sedang duduk di sebuah bangku. Aku bersegera menghampirinya dengan memegang Sensor Cinta dalam modus siap mendeteksi. Sesampai di depan Dina, aku nyalakan Sensor Cinta yang berada di saku sambil menyapanya, “Din, lagi ngapain sendiri di sini? Boleh kutemanin nggak?”
“Lagi nungguin teman. Silahkan saja kalau mau nemanin aku.” Jawabnya dengan lugas.
Kami berdua akhirnya ngobrol panjang lebar tentang struktur penyusun atom yang sampai sekarang bertambah banyak yang ditemukan dan makin komplek bagian-bagian yang berada di suatu atom. Sampai tiga kali aku lakukan pendeteksian tapi nilai yang tercantum selalu nol. Sehingga aku merasa harus bertanya langsung pada Dina.
“Din, boleh bertanya sesuatu nggak?”
“Tentang apa, Wan?” tanyanya ingin tahu.
“Bagaimana aku menurut pandangan kamu?” tanyaku agar tidak menyinggung perasaannya.
“Kalau ingin tahu maka lihatlah kedua mataku dengan seksama.” Jawabnya dengan nada meyakinkan. Aku pun melihat kedua mata Dina yang begitu memukau penglihatanku sehingga aku tidak kuasa untuk tidak mengatakannya, meskipun hasilnya sangat menyakitkan bagi diriku.
“Sekarang katakan apa yang barusan ada dalam hatimu.” kata Dina setelah setengah menit mata kami saling berpandangan.
“Aku sangat mencintaimu.” jawabku dengan mantap setelah melihat suatu sinyal dari pandangan matanya.
“Begitu pula aku.” kata Dina.
“Maksudnya?” tanyaku.
“Aku juga mencintaimu dari awal pertemuan kita di tahun 2007.” jawab Dina.
“Namun mengapa sensorku tidak bereaksi?” tanyaku.
“Itu terjadi karena aku menggunakan alat untuk menetralkan gelombang yang terpancar karena adanya perubahan emosi atau perasaan termasuk cinta di dalamnya.” penjelasan dari Dina.
“Din, apa alasanmu melakukan ini?” tanyaku sambil mendeteksi ulang.
“Aku tidak mau ada seseorang yang tahu akan sesuatu yang berada dalam hatiku dalam bentuk cinta, benci, dendam, rindu, dan perasaan lain yang memang kusimpan dalam sanubari.”
“Kalau seperti itu aku berjanji tidak akan menggunakan sensor lagi untuk mengetahui isi hati seseorang.” aku melemparkan Sensor Cinta jauh-jauh dan aku terbangun dari tidur.
Beberapa jam kemudian aku baru mengerti akan arti mimpi yang telah kualami. Sehingga aku menuliskan pada diaryku bahwa “Sesungguhnya cinta adalah milik pribadi setiap individu yang disimpan dalam hati dan tidaklah pantas seseorang mengetahui isi hati seseorang tanpa sepengetahuan dari pemiliknya.” Dan berjanji tidak akan membuat atau menggunakan alat untuk mendeteksi cinta.

Angkuh

Sungguh angkuh diriku
Tak mau menyebut nama-Mu
Segan meminta pada-Mu
Sombong akan pemberian-Mu
Meskipun aku tahu
Engkau yang Maha Kaya
Maha Pemberi Rizki
Dan Maha Besar Kasih-Mu

Aku angkuh, karena aku malu
Pada rekanku bila memohon pada-Mu
Pada sahabatku bila menyebut nama-Mu
Pada lingkunganku bila beribadah pada-Mu

Sekarang aku sadar akan segala kekufuranku
Karena tak ada apapun yang bisa melindungiku dari murka-Mu
Sehingga aku bertobat karena petunjuk dari-Mu
Tuhan semesta alam

mati

Kaku......
..........
.........
........
.......
......
.....
....
...
..
.
Sepi......
..........
.........
........
.......
......
.....
....
...
..
.
Hening......
.............
............
...........
..........
.........
........
.......
......
.....
....
...
..
.

Lautan Cinta-Mu

Asa melebur dalam lautan cinta-Mu
Daya dan upaya sirna waktu berdua dengan-Mu
Bibir terasa bisu karena keagungan-Mu
Telinga terasa tuli setelah mendengar ayat-ayat dalam kitab-Mu
Mataku buta saat memandang cahaya-Mu
Jantungku berhenti berdetak waktu berdekatan dengan-Mu
Maka terimalah aku di sisi-Mu
Meski aku pernah melupakan-Mu
Karena hanya Engkau yang Maha penerima taubat hamba-Mu

Pengadilan-Mu

Allah memang Maha Adil
Meski mulut tlah terkunci rapat
Mata, tangan, dan kaki bicara dengan jujurnya
Sehingga ku tak kuasa memprotesnya
Karena semua terbukti dengan teramat jelas

Tetesan air mata ingin kulepaskan
Untuk memohon ampunan pada-Nya
Namun tiada lagi ampunan
Membuat aku menyesali hidupku yang telah lalu

Hidup yang dipenuhi dengan nista dan dosa
Memakan harta haram tanpa rasa bersalah
Menjelek-jelekkan orang tanpa rasa iba
Memfitnah, mabuk, berjudi, dan kesalahan lain
Tanpa ada keinginan untuk bertaubat
Meski Allah telah memberi petunjuk-Nya

Allah yang Maha Adil

Allah memang Maha Adil
Kau bertabur harta
Aku bertabur darah
Kau naik mobil mewah
Kakiku tiada beralas
Kau dibelai gadis-gadis cantik
Aku dibelai cambuk api yang berduri
Kau hidup dalam kekenyangan
Aku berada dalam kelaparan

Tahukah kau, siapa aku?
Aku adalah kehidupan setelahmu

Berdua dengan-Mu

Segala daya dan upaya tlah kukerahkan
Namun asa juga berderai bagai butiran hujan
Segala isi hati ingin kuucapkan
Tapi bibirku tiba-tiba menjadi bisu
Telinga pun tlah tuli
Untuk mendengar teriakan, raungan, dan tangisan

Entah apa yang mereka tangisi
Aku tidak tahu
Begitu pula dengan raungan itu
Akhirnya mataku juga terpejam

Lafaz-Mu mengiringku ke samping-Mu
Urukan tanah meninggalkan aku tuk berdua dengan-Mu
Taburan bunga menyajikan kemesraan dengan-Mu
Tanpa ada yang mengganggu kebersamaanku dengan-Mu

Puteri Jelita

Cinta
Mengapa hari ini kau begitu cantik?
Cantik bagaikan sang puteri raja
Dengan gaun yang anggun

Puteri
Tahukah kau siapa aku?
Aku adalah pangeran berkuda putih
Yang menyusuri setiap daratan
Dan menyeberangi setiap lautan
Hanya untuk mencari seorang puteri
Yang cantik jelita dan berhati tulus

Dan tahukah siapa puteri cantik itu?
Puteri cantik itu adalah wanita yang duduk di belakangku
Dengan bibir tersenyum manis

Cinta yang Membara

Bila cinta tlah menghujam dalam dada
Ingin berpisah sekejap mata pun tak bisa
Karena asa sudah masuk dalam jiwa
Hati pun dipenuhi rasa cinta

Cinta yang begitu membara
Bagai api yang menyala-nyala
Membuat diri keluarkan segala asa
Yang sangat besar untuk terus bercinta

Karena Cinta

Izinkan aku berlabuh pada hatimu
Meski hanya sejenak
Karena cinta ini telah membara dalam sanubari
Dan telah menghujam dalam dada

Sejenak tidaklah berarti bagimu
Namun sangat kubutuhkan
Bukan karena aku
Tapi karena cinta
Sebab cinta adalah interaksi antara dua hati

Dirimu yang Cantik

Cinta
Engkaulah yang membakar bara di hatiku
Karena kecantikanmu yang teramat sangat
Membuat mata setiap lelaki buta karenanya
Dan membuat setiap wanita iri karenanya

Bila kau ada di sini
Malam yang gelap
Semakin bertambah gelapnya

Karena senyumanmu membuat bulan purnama padam
Dan lirikan matamu membuat bintang kejora redup
Hewan-hewan malampun terdiam karena kecantikanmu
Sehingga malam semakin hening karenamu

Cinta

Cinta...
Mengapa kau hadir tanpa kuundang
Mengapa kau datang tanpa memberiku pilihan
Mengapa kau menyusupi dada ini
Mengapa kau merasuki kalbu
Mengapa kau menggerogoti hatiku

Cinta...
Kau membuat hatiku selalu gelisah
Kau membuat pikiran selalu bimbang
Kau sungguh indah di lamunan
Kau dicipta oleh Sang Maha Indah
Untuk menaklukkan hati yang keras membatu
Seperti diriku ini

Cinta Itu ...

Cinta memang indah
Sesuatu bisa terasa indah karenanya

Cinta memang gila
Semua jadi mungkin olehnya

Cinta memang buta
Segala sesuatu bisa dilakukan karena cinta

Cinta memang aneh
Siapapun bisa gila karenanya

Wanita Tercantik

Berparas bagai bidadari
Bertubuh yang menawan jutaan mata manusia
Berambut malam tanpa bintang dan bulan
Wajahnya selembut butiran salju
Bibirnya laksana bulan sabit berdarah
Senyumnya semanis madu lebah gunung
Suaranya bagai simponi nyanyian rintik hujan di pagi hari.